"Lalu datang masa gigil itu. Dingin yang membekap erat tulang punggungku. Memerasnya, memelintirnya sampai kepada rasa sakit yang tak tertanggungkan. Sampai kepada hening yang paling bening. Sampai kepada gunung hijau tinggi. Sampai kepada langit biru tinggi. Sampai kepada pucuk daun lembut tinggi. Sampai kepada aku yang kecil dan terbang. Aku benci kebebasanku. Aku benci mengapa aku dibiarkan menempuh perjalanan sunyi ini seorang diri"
h e l l o
October 26, 2017
August 26, 2017
Hai, Jiwa
Melewati jalanan Braga sore ini, seperti membangkitkan perasaan syahdu yang tak jelas juntrungannya. Aku tidak pernah punya kisah di tempat ini. Tapi suasana pedestrian dengan sederet bangunan kuno yang disulap menjadi kafe-kafe bergaya minimalis, berhias lampu remang-remang, membangkitkan kenangan tersendiri, entah tentang apa atau siapa.
Kepalaku memutar gambar sekaligus rasa secara acak. Tiba-tiba aku rindu dengan orang yang tidak mungkin punya perasaan sama denganku. Orang yang bahkan menganggapku seasing itu, dengan tak pernah mau menyebut namaku.
Lalu, aku terbayang mimpi-mimpi, keinginan, dan harapan yang mungkin lebih banyak semunya. Aku semakin tidak tahu apa sebenarnya cita-citaku, tujuan hidupku. Aku cuma ingin gembira, sesederhana minum kopi di pinggir laguna, sambil berbincang dengan kamu yang sejiwa.
Aku merasa isi kepalaku seperti orang yang sedang belajar peran. Sebentar tertawa, tiba-tiba menangis, kemudian marah, kadang histeris, lalu tiba-tiba terdiam saking hampanya. Lalu aku merasa ingin tidur saja, karena ada jiwa yang harus diistirahatkan.
Kepalaku memutar gambar sekaligus rasa secara acak. Tiba-tiba aku rindu dengan orang yang tidak mungkin punya perasaan sama denganku. Orang yang bahkan menganggapku seasing itu, dengan tak pernah mau menyebut namaku.
Lalu, aku terbayang mimpi-mimpi, keinginan, dan harapan yang mungkin lebih banyak semunya. Aku semakin tidak tahu apa sebenarnya cita-citaku, tujuan hidupku. Aku cuma ingin gembira, sesederhana minum kopi di pinggir laguna, sambil berbincang dengan kamu yang sejiwa.
Aku merasa isi kepalaku seperti orang yang sedang belajar peran. Sebentar tertawa, tiba-tiba menangis, kemudian marah, kadang histeris, lalu tiba-tiba terdiam saking hampanya. Lalu aku merasa ingin tidur saja, karena ada jiwa yang harus diistirahatkan.
Subscribe to:
Posts (Atom)